Memahami Kajian Stilistika
Perspektif
Kritik Holistik
Identitas
Buku
Judul : KAJIAN STILISTIKA Perspektif
Kritik Holistik
Pengarang
: Ali Imron Al- Ma’ruf
Tahun
terbit : 2010
Penerbit : Sebelas Maret University Press
Jumlah
Hal : 318
Buku ini membahas stilistika karya sastra Ronggeng Dukuh Paruk yang memadukan kajian
linguistik (dengan menganalisis diksi, kalimat, wacana, bahasa figuratif, dan
citraan) dengan kajian makna stilistika trilogi novel Ronggeng Dukuh Paruk yang
multidimensi yang memanfaatkan teori semiotik, Interteks dan Resepsi Sastra,
selain itu sejalan dengan pendekatan kritik holistik, guna memudahkan
interpretasi makna Ronggeng Dukuh Paruk, dilakukan pula kajian latar
sosiohistoris Ahmad Tohari sebagai pengaranng beserta kondisi sosiokultural
dekade 1960-an yang menjadi latar cerita Ronggeng Dukuh Paruk.
Dalam buku kajian stilistika ini terdiri dari tujuh
bab. Bab 1 berisi pendahulan, bab II terdiri dari landasan teori dan kerangka
berpikir, bab III berisi metodelogi penelitian, bab IV stilistika novel
ronggeng dukuh paruk (faktor objektif) yang mengkaji gaya kata (diksi), gaya
kalimat, gaya wacana, bahasa figuratif, citraan, bab V latar sosiohistoris
ahmad tohari dalam stilistika novel ronggeng dukuh paruk (faktor genetik) yanng
membahas tentang biografi Ahmad Tohari, karya-karya Ahmad Tohari, latar
sosiohistoris Ahmad Tohari, kondisi sosial budaya pada dekade 1960-an,
karakteristik kepengarangan Ahmad Tohari, dan faktor-faktor yang melatari
lahirnya novel Ronggenng Dukuh Paruk. Bab VI makna stilistika trilogi novel
Ronggenng Dukuh Paruk dalam tanggapan membaca ( faktor afektif) yang terdiri
dari subbab dimensi kultural, dimensi sosial: empati terhadap wong cilik,
dimensi humanistik: pembunuhan mental sebagai tragedi kemanusiaan yang
terabaikan, dimensi moral: moralitas yang terpinggirkan oleh budaya, dimensi
jender: resistensi perempuan, terhadap hegemoni kekuasaan laki-laki, dimensi
religositas, dan dimensi multikultural: Ronggenng Dukuh Paruk sebagai sastra
multikultural. Pada bab VII berisi simpulan, impliksi penelitian dan saran
dengan subba sebagai berikut simpulan, implikasi penelitian, saran-saran.
Isi umum dari bab I menjelaskan tentang karya
sastra, serta latar belakang yang mendasari penelitian ini, sedangkan padas bab
II garis besr yanng disampaikan adalah landasan teori yang membahas berbagai
konsep teoritis yang berkaitan dengan topik penelitian yang akan dikemukakan
dalam bab ini, yang membahas seputar stilistika, studi linguistik dalam karya
sastra, bahasa sastra, novel 72 indonesia
mutakhir, teori struktural dinamik, teori semiotik, teori interteks,
teori resepsi sastra, kritik (seni) holistik, dan teori hermeneutik. Deskirpsi
teori tersebut dimaksudkan sebagai landasan dalam pemahaman konsep yang akan
menuntun peneliti dalam melaksanakan penelitian stilistika RDP ini
Garis besar isi dari bab III metodologi penelitian sebagai berikut dalam
penelitian ini penulis menggunakan jenis metode kualitatif-deskripsi.
Penelitian kualitatif memiliki karakter analissis data dilaskuakan secara
induktif dan makna menjadi perhatian utama (Bogdan & Biklen, 1984: 14).
Dalam penelitian ini tidak hanya mengkaji bagaimana stilistika yang dipakai pengarang
dalam RDP, melainkan juga mengkaji mengapa dan untuk apa pengarang menggunakan
stilistika demikian. Sumber data penelitian ini ada dua macam yaitu pustaka dan
informan. Pengumpulan data dalam penelitian ini ditempuh dengan langkah sebagai
berikut. Pertama dilakukan pembacaan dan penghayatan sumber data utama yakni
novel RD. Pembacaan dilakukan berulang-ulang dengan penuh intensitas dan
penghayatan. Selanjutnya, pengumpulan data dilakuakan dengan teknik analisis
isi yang meliputi teknik simak dan catat serta teknik pustaka, dan wawancara
mendalam. Data penelitian juga dikumpulkan melalui kelompok diskusi terbatas
atau Focus Group Discussion (FGD).
Bab IV stilistika
berisi stilistika novel ronggeng dukuh paruk (faktor objektif), dalam
bab ini dibahas diskripsi gaya kata (diksi) pada bagian ini dilakukan dengan
memperhatikan wujud kata sebagai simbol serta maknanyasesuai dengan latar
belakang Tohari sebagai pengarang RDP.
Diskripsi ini dimulai dengan mengidentifikasi data-data berupa kutipan yang
melukiskan penggunaan diksi, baru diakhiri dengan analisis secara induktif dan deduktif disertai dengan
argumentasi kritis. Deskripsi diksi dibagai menjadi tujuh bagian, yakni a. Kata
konotatif, b. Kata konkret, c. Kata serapan, d. Kata sapaan khas dan nama diri,
e. Kata seru khas jawa, f. Kata vulgar, dan g. Kata dengan objek realitas alam.
Bab V latar sosiohistoris ahmad tohari dalam
stilistika novel ronggeng dukuh paruk (faktor genetik) akan disajikan latar
sosiohistoris Ahmad Tohari beserta kondisi masyarakat lingkungannya pada dekade
1960-an yang merupakan realisasi faktor genetik. Yang terdiri dari biografi
Ahmad Tohari, karya-karya Ahmad Tohari,latar sosiohistoris Ahmad Tohari,
kondisi sosial budaya pada dekade 1960-an, karakteristik kepengarangan Ahmad
Tohari, faktor-faktor yang melatari lahirnya Ronggeng Dukuh Paruk.
Bab VI makna stilistika trilogi novel Ronggenng
Dukuh Paruk dalam tanggapan membaca ( faktor afektif) berdasarkan analisis
stilistika trilogi novel Ronggenng Dukuh Paruk dengan memperhatikan latar sosiohistoris
pengarang beserta kondisi sosiokultural pada dekade 1960-an pada bab
sebelumnya, bahwa RDP mengandung gagasan yang multidimensi. Gagsan yang
multidimensi itulah rupanya yanng menjadi esensi makna RDP. Gagasan yang
merupakan makna novel Ronggenng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari yang
terformulasi dalam stilistika RDP menurut tanggapan pembaca adalah sebagai
berikut. a. Dimensi kultural, b.dimensi sosial,
c. dimensi humanistik, d. dimensi moral, e. dimensi jender, f. dimensi
religositas, dan g. dimensi
multikultural.
Bab VII berisi simpulan, yang menjelaskan bahwa
bagaimana tinggi nilai literernya, setelah dianalisis secara kritis ternyata
RDP memiliki beberapa kelemahan. Pertama, adanya pengungkapan Srintil sebagai
gowok dalam bagian cerita RDP yang terkesan dipaksakan atau diselipkan (hlm.
212-226). Kedua, tokoh-tokoh cerita RDP yang menjadi kawan-kawan Srintil pada
masa kecil seperti Warta dan Darsun hilangbegitu saja. Ketiga, adanya
kejanggalan pada Nyai Kartareja yang sempat memperingatkan Srintil untuk
melaksanakan puas senin-kamis (hlm. 361). Keempat dalam bercerita Tohari
menggunakan bentuk akuan hanya pada bab 1,2,3,4. Kelima, adalah suatu
kejanggalan bahwa Rasus yang masih muda tidak pernah menempuh pendidikan formal
dapat berbicara banyak tentang sosiokultural dan penghayatan ke-Ilahi-an yang
mendalam.
Bidang kajian yang dianalisis dalam buku KAJIAN
STILISTIKA Perspektif Kritik Holistik meliputi diksi, kalimat, wacana, bahasa
figuratif, dan citraan. dengan kajian makna stilistika trilogi novel Ronggeng
Dukuh Paruk yang multidimensi yang memanfaatkan teori semiotik, Interteks dan
Resepsi Sastra, selain itu sejalan dengan pendekatan kritik holistik, guna
memudahkan interpretasi makna Ronggeng Dukuh Paruk. Kajian stilistika Ronggeng
Dukuh Paruk ini merupakan kajian stilistika genetis yakni memfokuskan kajiannya
pada karya Ahmad Tohari dengan pendekatan pertama yakni dimulai dengan analisis
sistem linguistik karya sastra, dilanjutkan dengan interperetasi tentang
ciri-ciri kebahasaan dan tujuan estetik karya dalam mendukung makna. Dengan
demikian, kajian stilistika RDP dilakukan dengan mengkaji bentuk dan
tanda-tanda linguistik yang digunakan seperti terlihat dalam struktur lahir.
Tanda-tanda stilistika dapat berupa: 1) leksikal, misalnya penggunaan kata
konotasi atau konkret dan vulgar, 2) sintaksis, misalnya jenis kalimat,
struktur dan panjang pendek, 3) wacana, misalnya kombinasi kalimat, paragraf,
termasuk alih kode dan campur kode, penggunaan bahasa figuratif, misalnya
pemajasan, idiom, dan peribahasa, dan 5) citraan.
Deskripsi diksi dibagi menjadi tujuh bagian yakni,
a. kata konotatif, b. Kata konkret, c. Kata serapan dari bahasa asing, d.kata
sapaan dan khas nama diri, e. Kata seru khas jawa, f. Kata vulgar, g. Kata
dengan objek realiata alam. Sedangkan yang dikaji dalam gaya kalimat meliputi,
a. kalimat dengan penyiasatan struktur yang terdiri dari kalimat inversi,
kalimat elipsis, kalimat pendek dan sederhana, kalimat majemuk, penggunaan
konjungsi pada awal kalimat, b. Kalimat dengan sarana retorika yangterdiri
dari, kalimat paralelisme, kalimat repetisi, kalimat klimaks, kalimat
antiklimaks, kalimat antitesis, kalimat hiperbola, kalimat koreksio, kalimat
paradoks, kalimat aliterasi. Selain diksi dan gaya kalimat di dalam kajian
stilistika ini juga mengkaji gaya wacana. Gaya wacana yang dikaji terdiri dari,
wacana dengan sarana retorika yang meliputi, wacana repetisi, wacana
paralelisme, wacana klimaks, wacana koreksio. Gaya wacana alih kode .
Bahasa figuratif juga merupakan bagian dari bidang
kajian stilistika. Bahasa figuratif dalam buku kajian stilistika RDP ini
terdiri dari majas, tuturan idiomatik, peribahasa. Sealain gaya bahasa dalam
buku kajian stilistika RDP ini juga menggunakan bidang kajian citraan yang
meliputi citraan penglihatan, citraan pendengaran, citraan perabaaan, citraan
penciuman, citraan gerak, citraan pencecapan, citraan intelektual
Adapun beberapa gagasan yang merupakan makna novel
Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari yang terformulasi dalam stilistika RDP
menurut tanggapan pembaca sebagai berikut.
a. Dimensi
kultural
1. Kesenian
ronggeng: kebudayaan lokal yang berdimensi global
Novel RDP bagi Tohari
merupakan media untuk mengungkapkan eksistensi budaya atau tradisi jawa yang
kaya nuansa dan kaya nilai, tidak kalah dengan budaya modern. Ronggeng adalah
kesenia etnik jawa yanng menjadi aset budaya bangsa yang turut memperkaya
khasanah kebudayaan nasional bahkan budaya global. Ronggeng merupakan bentuk
keberagaman budaya lokal jawa yang turut memberikan kontribusi bagi pengayaan
kebudayaan nasional bahkan kebudayaan global yang multikultural.
2. Ronggeng
dan pengukuhan mitos
Novel RDP merupakan
pengukuhan mitos dan ritual. Srintil menganggap ritual bukak klambu sebagai
sebuah keharusan. Demikian pula sebagai ronggeng, Srintil juga sundal yang
berperan sebagai pemangku hasrat kelelakian. Semua dialami dipandang sebagian
dari sistem tradisi yang harus dijalani dengan rela. Pementasan ronggeng bagi
masyarakat jawa tradisional diyakini memilki kekuatan magic-simpatetis. Melalui pementasan ronggeng diharapkan
keberkatan muncul. Tanaman menjadi subur, pasanga segera memiliki keturunan,
dan masyarakat terhindar malapetaka. Kesenian ronggeng merupakan mitos dan
menjadi pusat kekuatan penduduk desa seperti halnya slametan atau bahkan sholat
tahajud bagi kaum santri.
3. Kearifan
lokal pada zaman global: intertekstualitas dengan ajaran islam
b. Dimensi Sosial: Empati Terhadap Wong Cilik
RDP merupakan wujud
pembelaan Tohari terhadap wong cilik (rakyat kecil) yang sejak dulun sering
menjadi korban konflik politik. Dalam RDP konflik anterelit politik yang
merebutkan kekuasaan telah menjerumuskan bangsa indonesia ke dalam tragedi
peristiwa G30S/PKI. Srintil adalah simbol wong cilik yang tidak tahu menahu
bahkan buta politik yang harus menerima akibat dari tragedi politik tersebut
yakni di penjara selama dua tahun dengan perlakuan yang tidak manusiawi. Pada
geger politik 1965- mungkin juga sekarang banyak rakyat kecil yang nasibnya
seperti srintil. Mereka ditahan bahkan banyak yang dibunuh padahal sama sekali
tidak tahu menahu tentang politik. Mereka tidak berdaya menghadapi keniscayaan
sejarah yang amat menyakitkan itu.
c. Dimensi Humanistik: pembunuhan mental sebagai
tragedi kemanusiaan yang terabaikan
srintil kehilangan citra
kemanusiaannya, gila, setelah mendapatkan deraan batin bertubi-tubi dari Bajus:
1. Tidak dinikahi Bajus, 2. Diminta melayani nafsu hewani Blengur (atasan
Bajus), padahal dia sudah bertekad meninggalkan dunia mesumdan menjadi
perempuaan somahan, 3. Dan dituduh sebagai anggota PKI. Meskipun wujud manusia,
sejatinya Srintil telah kehilangan kemanusiaannya. Inilah sebuah tragedi
kemanusiaan semacam itu sejatinya lebih kejam daripada pembunuhan fisik.
Anahnya, di masyarakat tindak kekejaman luar biasa itu sering luput dari jerat
hukum dan sanksi sosial.
d. Dimensi Moral: moralitas yang terpinggirkan
oleh budaya
melalui citraan
intelektual dalam RDP Tohari menggelitik pembaca untuk berpikir bahwa
sebenarnya ronggeng sebagai kesenian tidak menjadi masalah asalkan dikembangkan
di atas bangunan seni yang berlandaskan moral selaras dengan ajaran Tuhan. Bagi
Tohari yang dikembangkan dengan berorientasi pada wawasan birahi tidak akan
mendatangkan rahmat bagi kehidupan umat manusia. Sebaliknya ronggeng juga
kesenian lain yang demikian hanya akan mendatangkan laknat bagi kehidupan
manusia seperti yang terjadi di Dukuh Paruk. Oleh karena itu, ronggeng harus
diluruskan kembali menuju keselarasan dengan kehendak Tuhan.
e. Dimensi
Jender: resistensi perempuan terhadap hegemoni kekuasaan laki-laki
melalui tokoh Srintil
RDP mengekspos resistensi kaum perempuan terhadap hegemoni kekuasaan laki-laki.
Srintil ditampilkan sebagai perempuan yang memiliki kemandirian dan harga diri
sehingga dapat menolak laki-laki yang tidak disukainya, meskipun laki-laki itu
pejabat terhormat. Sebaliknya, Srintil melawan tradisi ronggeng dengan memiliki
laki-laki idaman hati dan suka rela melayani laki-laki yang diinginkannya.
Sebagai duta keperempuan srintil tidak melihat laki-laki sebagai pihak superior
yang menguasainya. Bagi Srintil, laki-laki dan perempuan tidak dpandang
dikotomis. Di mata Srintil laki-laki memilki banyak kelemahan terutama yang
berupa kebutuhan pengakuan atas kelakilakian mereka. Pada saat itulah justru
perempuan hadir dengan keperkasaannya.
Srintil tahu, laki-laki segagah apapun dapat menjadi sangat
ringkih dan merengek-rengek ketika dia sedang mabuk kepayang. Terbukti dengan
adanya puluhan bahkan ratusan laki-laki hanya dapat melongo dengan pikiran
kalng kabut hanya oleh lirikan mata, pacak gulunya, atau goyang pinggulnya yang
erotis ketika Srintil sedang meronggeng.
f. Dimensi Religiositas
mealui RDP Tohari
menyampaikan dakwah kultural dengan menyentuh hati nurani, mengelus lembut
perasaan dan menggelitik pemikiran pembaca apapun agamanya. Dakwah kultural
dalam karya sastra menjadi menarik karena ajaraan agama diungkapkan bukan
menggerombol ayat suci yang lazim dilakukan oleh kyai atau pendeta melainkan
melalui dialog para tokohnya secara dramatik bahakan terkadang teatrikal.
Dakwah kultural itu antara lain. 1) pesan moral melalui tradisi peronggengan
ritual bukak klambu dan tugas ronggeng sebagai pemangku hasrat kelakian yang
tidak sejalan dengan ajaran Tuhan, harus dibenahi, 2) pentingnya moralitas
dalam kehidupan keluarga, 3) gagasan untuk menyelaraskan diri dan selera Tuhan
melalui tokoh Rasus. Inilah hakikat religiositas dalam karya sastra, estetika
sebagai ekspresi religiositas.
g. Dimensi Multikultural: ronggeng dukuh paruk
(RDP) sebagai satra multikultural
RDP mengekspose keunikan budaya
lokal Jawa Banyumas sebagai salah satu keberagaman budaya nasional yang mampu
memperkaya kebudayaan global
Gagasan
yang ada dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk sebagai berikut. Novel ini sebenarnya
adalah bagian pertama dari trilogy. Ketiga adalah sebuah cerita bersambung.
Novel ini juga tampil dengan latar yang amat kuat, memikat dan khas. Adapula
yang menafsirkan sebagai novel yang mengandung dakah islam, sebagaimana yang
tercermin dalam tokoh Rasus.
Novel ini merupakan awal cerita dari
trilogy tersebut. Dalam novel ini menceritakan terntang dukuh paruk yang kering
kerontang menampakkan kehidupan kembali ketika Srintil, bocah yang berumur
sebelas tahun, menjadi ronggeng. Penduduk dukuh yang merupakan keturunan Ki
Secamenggala, seorang bromocoroh yang dianggap sebagai moyang mereka,
menganggap bahwa kehadiran Srintil akan mengembalikan citra perdukuhan yang
sebenarnya. Dukuh paruk akan lengkap jika di sana ada keramat Ki Secamenggala,
ada seloroh cabul, ada sumpah serapah, dan ada ronggeng bersama calungnya.
Srintil merupakan potret anak dukuh paruk yang yatim-piatu akibat bencana tempe
bongkrek. Enam belas penduduk meninggal karena memakan tempe yang terbuat dari
ampas kelapa itu. Tak terkecuali pembuat makanan itu, yaitu kedua orang tua
Srintil. Srintil yang saat itu masih bayi, kemudian diasuh kedua kakek
neneknya, Sakarya suami istri. Sang kakek yakin bahwa, srintil telah kerasukan
indang ronggeng. Srintil dilahirkan untuk menjadi ronggeng atas restu Ki
Secamenggala.
Sebagaimana layaknya seorang
ronggeng yang sesungguhnya, Srintil harus meleawti tahap-tahap untuk menjadi
seorang ronggeng yang sesungguhnya. Setelah ia diserahkan kepada Kertareja,
udkun ronggeng di dukuh itu, srintil harus dimandikan di depan cungkup makam Ki
Secamenggala. Srintil juga harus melewati tahap Bukak Klambu. Ia tidak mungkin
naik pentas dengan memungut bayaran bagi setiap laki-laki yang mampu memberi
sejumlah uang sebagai syaratnya. Rasus adalah orang merasa dongkol dengan
syarat tersebut. Teman main Srintil sejak kecil ini bukan hanya cemburu dan
sakit hati karena Srintik dilahirkan menjadi ronggeng, yang berarti milik umum,
tetapi karena kegadisannya srintil yang disayembarakan. Yang lebih panas lagi
adalah ketidakmampuannya sebagai anak yang berumur empat belas tahun untuk
mengubah hokum yang sudah pasti terjadi. Ia hanya dapat mendengarkan
pertengkaran Dower dan Sulam di emper samping rumah Kertareja. Kedua laki-laki
bajingan itu masing-masing merasa dirinyalah yang pantas untuk meniduri Srintil
pertama kali sesuai dengan syarat yang ditentukan Kertareja, seringgit uang
emas.
Kenyataan menunjukkan lain dan tidak
diduga oleh Rasus. Sebab Srintil tiba-tiba dilihatnya berada di belakang dan
meminta Rasus untuk menggaulinya. Ia lebih suka menyerahkan kegadisannya kepada
Rasus daripada kepada kedua orang yang memuakkan Srintil. Rasusu tidak menolak
keinginan orang yang merupakan baying-bayang ibunya yang entah kemana itu.
Dower dan Sulam menyusul kemudian sementara Kertareja dan istrinya mengeruk
keuntungan seringgit uang dari Sulam dan seekor kerbau serta dua buah rupiah
perak dari Dower.
Setelah mendapatkan pengalaman yang
pertama kali dirasakannya, Rasus meninggalkan dukuh paruk. Ia menjadi benci
kepada Srintil yang sudah menjadi ronggeng yang sesungguhnya. Srintil sudah
menjadi milik umum dan baying-bayang Emaknya dicabut dari Srintil. Tapi demi
rahim yang telah membungkusnku, aku tak tega membayangkan emak sebagai
perempuan yang ramah terhadap semua laki-laki. Yang tak pernah menepis tangan
laki-laki yang menggerayanginya, tidak betapapu aku tak mampu berkhayal
demikian.
Begitulah, kehidupan Desa Dawuan
tempat pengasingan diri dari adapt dukuh paruk, membuat pandangan Rasus banyak
berubah. Pengenalan atas dunia wanita yang dialaminya di Dawuan pun banyak
membuat pandangan terhadap Srintil sebagai tokoh bayang-bayang ibunya bergeser
jauh, bahkan berhasil disingkirkan. Oleh karena itu, ketika Rasus ditawari oleh
Srintil untk menjadi Suaminya, ia kemudian menolak hal itu. Langkah Rasus pasti
dan keputusan untuk menolak Srintil pun pasti, dengan menolak perkawinan yang
ditawarkan Sritil kepadanya, aku memberi sesuatu yang paling berharga bagi
Dukuh Paruk, yaitu ronggeng. Dengan keputusan itu, Rasus yakin bahwa ia bias
hidup tanpa kehadiran bayangan emak, bayangan yang selama ini membuatnya resah.
Dalam buku KAJIAN STILISTIKA
Perspektif Kritik Holistik ini memiliki kelebihan, yaitu spesifikasi atau fokus
pada pembahasan stilistika karya sastra RDP yanng memadukan kajian linguistik
(dengan menganalisis diksi, kalimat, wacana, bahasa figuratif, dan citraan)
dengan kajian makna stilistika trilogi novel Ronggeng Dukuh Paruk yang
multidimensi yang memanfaatkan teori semiotik, Interteks dan Resepsi Sastra,
selain itu sejalan dengan pendekatan kritik holistik, guna memudahkan
interpretasi makna Ronggeng Dukuh Paruk, dilakukan pula kajian latar
sosiohistoris Ahmad Tohari sebagai pengaranng beserta kondisi sosiokultural
dekade 1960-an yang menjadi latar cerita Ronggeng Dukuh Paruk. Di dalam buku
ini juga dibahas secara tuntas tentang latar belakang terciptanya novel
Ronggeng Dukuh Paruk. Dimana terdapat pada bab V latar sosiohistoris ahmad
tohari dalam stilistika novel ronggeng dukuh paruk (faktor genetik) akan
disajikan latar sosiohistoris Ahmad Tohari beserta kondisi masyarakat
lingkungannya pada dekade 1960-an yang merupakan realisasi faktor genetik. Yang
terdiri dari biografi Ahmad Tohari, karya-karya Ahmad Tohari,latar
sosiohistoris Ahmad Tohari, kondisi sosial budaya pada dekade 1960-an,
karakteristik kepengarangan Ahmad Tohari, faktor-faktor yang melatari lahirnya
Ronggeng Dukuh Paruk. Serta penulis menyertakan kutipan yang ada di dalam novel
Ronggeng Dukuh Paruk, sehingga memudahkan pembaca memahami apa yang disampaikan
penulis, serta memudahkan pembaca dalam memperoleh gambaran tentang novel
Ronggeng Dukuh Paruk. Keistimewaan buku ini juga dipaparkan semua bentuk
kebahasaan seperti diksi dibagi menjadi tujuh bagian yakni, a. kata konotatif,
b. Kata konkret, c. Kata serapan dari bahasa asing, d.kata sapaan dan khas nama
diri, e. Kata seru khas jawa, f. Kata vulgar, g. Kata dengan objek realiata
alam, sebagai sarana ekspresi. Bahasa yang digunakan dalan buku KAJIAN
STILISTIKA Perspektif Kritik Holistik komunikatif sehingga mudah dipahami oleh
pembaca.
Dalam buku Kajian Stilistika Perspektif
Kritik Holistik ini tidak luput juga dari kesalahan penulisan, ada sedikit
kesalahan dalam penulisan, serta masih ada tata bahasa yang kurang tepat. Tapi
semuanya telah tertutupi dengan isi buku yang bagus.
Dengan
adanya buku Kajian Stilistika Perspektif Kritik Holistik ini mempermudah
interpretasi makna karya sastra. Oleh karena itu kajian stilistika karya satra
perlu dilakukan pada karya sastra lain dan ditingkatkan frekuensi dan
kuantitasnya disamping kualitasnya. Hal itu penting dalam rangka saintifikasi
interpretasi dan pengungkapan makna sastra yang lebih ilmiah. Denga adanya buku
ini merupakan jembatan emas dalam proses pemaknaan karya sastra. Selama ini
kajian sastra oleh para kritikus atau akademisi sastra dipandang terlallu
subjektif dan kurang ilmiah.
Dari
pelaksanaan kajian stilistika novel Ronggeng Dukuh Paruk dapat disarankan
pentingnya para kritikus atau akademisi sastra untuk memperdalam linguistik
dalam upaya melengkapi penelitian sastra. Hasil penelitianini menunjukkan bahwa
kajian stilistika mampu memberikan kontribusi yang signifikan dalam
interpretasi makna karya sastra. Hal ini mengingat karya stilistika merupakan
formulasi dari bentuk ekspresi pengarang dalam menuangkan gagasan atau idenya
dalam karya sastra.
Novel
trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari dapat dipandang karya sastra
multikultural yang memilki kandungan makna dan gagasan yang multidimensi baik
dimensi sosial, kultural, moral, religius, maupun gender. Berdasarkan nilai
keunggulan tersebut makan selayaknya novel RDP tersebut dijadikan bahan atau
objek kajian baik dalam kuliah satra perguruan tinggi maupun pembelajaran
sastra di sekolah.
Mengingat
pentingnya stilistika dalam karya satra selayaknya jika buku ini bisa dijadikan
referensi pada perkuliahan di pedrguruan tinggi khususnya jurusan sastra atau ilmu pengetahuan budaya atau jurusan
pendidikan bahasa dan satra. Adapun materi perkuliahan dapat ditekankan pada:
hakikat stilistika, tujuan stilistika, funsi style ‘gaya bahasa’, hubungan
stilistika, estetika dan ideologi, hubungan gaya bahasa, ekspresi pengarang,
dan gagasan, unsur-unsur stilistika, jenis kajian stilistika, style ‘gaya bahasa’
sebagai tanda dan langkah-langkah dalam kajian stilistika.
LAMPIRAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar